Serapah



Daun mengucur gugur belum pada musimnya,
Membuat tunas enggan menampakan diri,
Ranting bergelantungan lemas tak berdaya,
Gagah berdiri-nya batang pohon menyalahkan situasi.

Di satu sisi,
Cacing tanah berteriak bersuka ria,
Kumbang kotoran berucap mensyukuri,
Dunia memihak sekali lagi pada mereka, yang mengunyah segalahnya.

Serapah menyumpahi sayup-sayup terbang bersama angin,
Menjejal ke-segala penjuru untuk mengutuki.

Semuanya terasa begitu aneh dan nyata
Hujan yang lebih dingin dari hujannya bulan desember,
Panas yang melebihi kemaraunya di bulan agustus,
Melebur dan menyatu menjadi tak terkira.

Tak ada kesempatan yang datang,
Padahal doa telah dipanjatkan. Sebagai teman impian yang berkumandang,
Nyanyian berirama naik berlarian mengiringi,
Namun hanya keheningan yang menghampiri.

Serapah menyumpahi menyahut lagi,
Kali ini lebih keras seperti el-nino,
Mengemban tugas untuk memuaskan pemilik rasa,
Mengunjungi ujung dari perasaan adalah tanggung jawabnya.

Menghampiri, lalu menghempaskan segalanya.
Menghilangkan semua yang nampak maupun tidak nampak,
Lalu menata ulang sekali lagi dengan keberanian abadi.

Iebih dari cukup untuk itu,
Adil juga adalah kata yang tepat sebagai penutup.

Adil, dan impas untuk yang pernah terjadi...

Comments

Popular posts from this blog

Maret

Pukul 5:51 pagi

Siapa Rumah-ku 2

Dosa-ku

Untuk kamu sahabat

Malam

Idiot